2 SURAT MABES POLRI TENTANG FIDUCIA

Sabtu, 22 Januari 2011
HUKUM FIDUSIA
Surat MABES POLRI No.Pol : B/446/XI/2007KR/Divbinkum 9 Nopember 2007 yang ditandatangani oleh Kepala Divisi Pembinaan Hukum Polri Inspektur Jendral Polisi DR Teguh Soedasrsono mengatakan bahwa pelaporan pidana yang dilakukan oleh lembaga finance atas sangkaan terjadinya penggelapan dan pengalihan barang jaminan fiducia yang dilakukan oleh debirurnya kepada pihak kepolisian, maka penyidik polri wajib menerima dan melakukan penyidikan dan tidak boleh menolak dengan alasan bahwa hal tersebut adalah masalah perdata. Hal ini sesuai dengan UU 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fiducia psl. 35 dan 36.

Dengan dikeluarkannya surat ini, maka para lembaga finance merasa plong, karena memang pada kenyataannya, pelaporan yang dilakukan lembaga finance selalu tidak diproses manakala telah terjadi penggelapan unit yang dilakukan oleh debiturnya.

Tampaknya, lembaga finance harus kembali gigit jari karena surat MABES POLRI sebelumnya kembali dimentahkan oleh surat ke 2 yaitu surat dari Kabareskrim No.Pol : B/2110/VIII/2009/Bareskrim tertanggal 31 Agustus 2009 yang ditanda-tangani oleh Kepala Badan Reserse Kriminal Polri , Komisaris Jendral Drs Susno Adji., S.H.,M.H., M.Sc Tentang Pprosedur Penanganan Kasus Perlindungan Konsumen.

Surat ke dua ini memuat 2 pokok yang harus diikuti oleh penyidik Polri di seluruh Indonesia :

1. Pelaporan yang dilakukan oleh debitur atas ditariknya unit jaminan oleh lembaga fnance ketika debitur itu wanprestasi, tidak boleh diproses oleh penyidik polri dengan psl-psl pencurian, perampasan dan lain sebagainya.

2. Pelaporan yang dilakukan oleh lembaga finance ketika mengetahui debiturnya melakukan pengalihan unit jaminan, tidak boleh diproses oleh penyidik polri dengan psl-psl penggelapan dll sebagainya.

Yang perlu disayangkan adalah bahwa surat bareskrim ini hanya mempertimbangkan KUHAP dan UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen sebagai bahan rujukan dikeluarkannya surat tersebut TANPA MEMPERTIMBANGKAN UU No. 42 Tahun 1999.

Sehingga dengan demikian, masih menurut surat bareskrim, maka bila terjadi 2 persoalan diatas penyidik harus menolak proses laporan dan menyarankan kepada pihak pelapor untuk menyelesaikannya di BPSK karena badan itulah yang berwenang melakukan penyelesaian sengketa konsumen.

(By : SEMAR)

 ARTIKEL YANG TERKAIT :
  1. Pengaturan Spiltsing Didalam Hukum Pidana
  2. Antara Penyidik dan JPU Dalam Proses Perkara
  3. Tentang Metode Penelitian
  4. Pembuktian Di Dalam Perkara Pidana
  5. Urgensi Splitsing Dalam Pembuktian Perkara Pidana
  6. JPU Sebagai Pihak Yang Mempunyai Beban Pembuktian
  7. Proses Hukum di Indonesia
  8. Keterbukaan Informasi Di Pengadilan
  9. POLISI Dilarang Melakukan Penganiayaan
  10. Penerapan Undang-Undang Pornografi
  11. Pemberdayaan Untuk Masyarakat Madani
  12. Transformasi Politik
  13. Hak Asasi Manusia
  14. Hukum Pinjam Meminjam
KEMBALI KE HALAMAN UTAMA 

2 komentar:

Justin mengatakan...

Kedua surat Mabes tsb tidak bertentangan. Anda kurang teliti me!mbacanya. Polisi juga kadang2 tidak paham dgn ke 2 surat tsb. Satu surat berbicara ttg pembiayaan konsumen dgn jaminan fidusia dan satu surat lagi berbicara ttg leasing (sewa guna usaha). Leasing berbeda dgn consumer financing.

Unknown mengatakan...

Saya kira....kita harus bijak menafsirkan kedua surat tsb..mari kita kembali memahami asas hukum yg berlaku...UU fiducia dan UU perlindungan konsumen....sama dalam kedudukannya..kekuatan hukum yang...Ketika anda menerapkan UU konsumen...maka yg harus dilakukan sebagai ketaatan atas tahapan yg diisyaratkan UU sebaiknya ana menggunakan lembaga BPSK...akan tetapi UU Fidusia tidak mengisyaratkan hal itu...oleh karenanya bila yg di pakai adalah UU Fidusia...maka pejabat penyidik sudah dapat memproses hal itu sesuai UU yg berlaku ...makanya harus dapat kita bedakan mana kasus kasus yg dilaporkan berdasarkan.kedua UU itu...jadi kesimpulannya tdk ada pertentangan antara keduanya....selanjutnya mengenai sewa beli....harus dilihat dari sifat perjanjian debitur dan kreditur...pada sewa beli...sifat perjanjiannya adalah bersifat perseorangan artinya bukan bicara kebendaan...itu sebabnya ketika salah satu pihak dirugikan maka tempulah jalur keperdataan....karena dalam sewa beli tidak melekat prinsip prinsip hukum seperti yg ada di fiducia...

Posting Komentar